

Shavitri Nurmala Dewi: Lestari Jati Diri dengan Literasi
/ Inspirasi
Gerakan Literasi Sleman diorientasikan untuk mendokumentasikan potensi daerah demi kehidupan warga yang lebih baik.
BERAN, Tridadi | Usia Kabupaten Sleman telah lebih dari seabad. Sebuah rentang masa yang tidak sebentar. Dalam perjalanannya, rupaneka lini masa tersusun urut yang lantas mengubah wajah kabupaten di kaki Merapi ini dari waktu ke waktu. Torehan sejarah yang begitu penting dipelajari setiap generasi.
“Setiap daerah memiliki jati diri, termasuk Kabupaten Sleman. Jati diri sangat mungkin lestari dengan baik, bila awareness akan literasi juga memadai. Literasi bukan hanya tentang membaca dan menulis, tapi juga tentang upaya untuk nguri-uri pengetahuan sebagai nutrisi dan gizi. Untuk itulah, Literasi Sleman menjadi pilihan gerakan yang relevan,” ujar Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Sleman, kepada Jogja Daily.
Menurutnya, Literasi Sleman diorientasikan untuk mendokumentasikan potensi daerah demi kehidupan warga yang lebih baik. Literasi dapat berupa penulisan dan penerbitan buku, pembuatan video, siaran podcast, fotografi, pemberitaan, poster, dan berbagai macam media publikasi, dengan tema Kabupaten Sleman.
Ia mencontohkan buku karya Lurah Tamanmartani, Gandang Hardjanata, berjudul Kibar Tamanmartani. Buku yang terbit pada tahun 2023 tersebut dapat menjadi inspirasi setiap Lurah untuk menuliskan, apa-apa yang menarik dari Kalurahan tempat mereka tinggal. Karya Lurah Gandang ini dapat disebut sebagai ‘warisan berharga’ bagi khalayak Sleman.
“Sejumlah 86 kalurahan ditambah setiap organisasi perangkat daerah yang ada di Kabupaten Sleman pasti memiliki catatan penting seputar sumbangsih pembangunan. Apabila tradisi literasi telah menjadi bagian utama dalam setiap kinerja, bukan tidak mungkin, pengembangan wilayah akan semakin masif, lantaran ketersediaan data dan analisis yang terus berkembang,” kata Kepala Dinas yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Satpol PP Kabupaten Sleman itu.
Bu Evie, begitu ia akrab disapa, melihat betapa penting kerja sama literasi dengan sumber-sumber literasi, terutama perguruan tinggi. Kampus-kampus yang bertebaran di wilayah Sleman dapat didorong untuk melakukan berbagai riset tentang Kabupaten Sleman. Selain dapat menjadi bahan pengambilan kebijakan, rekomendasi strategis riset selalu menyasar pada kontribusi berkelanjutan.
Koleksi Perpustakaan Daerah Sleman, sambungnya, akan didominasi oleh literatur bertema Sleman bahkan dikreasi oleh warga Sleman atau orang lain yang concern pada isu-isu Slemen. Pertambahan jumlah koleksi Perpusda yang linier dengan gerak warga Sleman dalam bingkai literasi menjadi nilai lebih dan nilai tambah penting.
“Ketika koleksi tentang Sleman telah lebih dominan dibanding referensi lain, animo pengunjung ke Perpusda atau perpustakan-perpustakaan lain bisa saja meningkat. Para pengunjung tidak lagi berkepentingan datang untuk membaca. Mereka bisa datang untuk mengumpulkan referensi riset
Sudut Koleksi Sleman
Usai dilantik beberapa minggu yang lalu, Evie bersemangat untuk menginisiasi Literasi Sleman. Salah satu rencananya, merancang ‘Sudut Koleksi Sleman’. Sementara ide lain yang juga menarik, yakni ‘Srawung Literasi. Bila dua program tersebut dikombinasikan dengan optimalisasi peran pustakawan di berbagai lini untuk berkontribusi, Literasi Sleman akan benar-benar menjadi gerakan positif.
“Sudut Koleksi Sleman itu mirip Pojok Baca atau Pojok Literasi. Bedanya, kalau Sudut Koleksi Sleman sengaja disuguhkan seratus persen koleksi bertema Kabupaten Sleman. Kesan pertama orang yang melihat sudut ini langsung tertuju pada semua hal ke-Sleman-an. Kalau Srawung Literasi lebih mirip forum obrolan bagi para pegiat literasi yang juga membahas semua literatur tentang Kabupaten Sleman,” papar Graduate School of International Development, Nagoya University, itu.
Karena koleksi bisa terus bertambah, setiap tempat pada akhirnya hanya akan men-display produk lembaga mereka sendiri. Sudut Koleksi Sleman dengan ruang terbatas memungkinkan setiap lembaga untuk selektif dan menjadi sarana efektif sosialisasi kinerja.
“Tapi saya sadar, Literasi Sleman bukan hal mudah. Kerja sama berbagai pihak sangat dibutuhkan, baik internal Pemerintah Kabupaten Sleman, maupun kalangan eksternal yang berdedikasi pada gerakan ini. Namun, secara perlahan, bila telah dirintis dan terbukti bermanfaat, bukan tidak mungkin Kabupaten Sleman menjadi role model literasi daerah berskala nasional bahkan internasional,” pungkasnya optimis.
Editor: Rahma Frida